Kamis, 13 September 2018

cerpen


Ada kesejukan shubuh dimasjid
Cayaha kecil diujung lorong itu membuatku silau, hingga aku mulai memicingkan kelopak mataku yang terasa berat. Aku berusaha mendekati cahaya itu, namun terasa jauh dan kian menjauh. Hingga akhirnya aku tersadar bahwa aku masih duduk disudut ruang yang gelap.  Ada sedikit perih di sudut mata kiriku, namun hal itu tak seberapa sakit dibanding dengan bethinku. Sepertinya hidupku ini sudah hancur berkeping-keping. Kelopak mataku terasa bengkak dan sembab. Rupanya aku telah lama menangis semalaman, hinggga tertidur dalam duduk dan masih mengenakan mukena warna putih.
                Terbayang wajah mama dan papa yang penuh kasih sayang padaku. Terbayang wajah adik-adikku yang lucu. Sesaat kemudian terbayang wajah mamaku yang marah penuh kekecewaan padaku. Beberapa bulan yang lalu, mama masih memelukku dengan linangan air mata. “ sayang kamu harus dengerin mama, belum waktunya kamu pacaran. Kamu masih sekolah, masa depanmu masih panjang” Ucap mama sambil membelai rambutku. Hatiku yang keras hanya diam, ucapan mama hanya terdengar seperti dengungan nyamuk ditelingaku. Kenangan itu terlintas jelas difikiranku… “mama maafkan aku yang tidak mengindahkan nasehatmu” ucapku dalam hati bersamaan dengan cucuran air mata yang kembali mengalir dari mataku yang sudah membengkak.
                “ Bodohnya aku” rutukku dalam hati. “ Ya Allah… aku harus bagaimana? Aku telah mengecewakan mamaku, papaku…. Aku bukan anak yang bisa membanggakan mereka lagi.” Air mataku terus mengalir semakin deras, meski tidak ada isak yang terdengar dari mulutku. Hanya air mata yang mengalir serta hati dan pikiran yang saling berbicara. “ pulang saja kerumah, pasti mamamu masih memaafkanmu” kata pikiranku. “aku sudah banyak mengecewakan mama, aku malu datang pada mama dengan keadaan seperti ini ” ucap hatiku perih. “sudahlah, seorang mama pasti tetap sayang pada putrinya, apapun keadaannya” …. “Biarlah ini menjadi hukuman buatku yang telah mengecewakan mama dan papa “. “ tapi aku harus kemana? Siapa yang mau menampungku dalam kondisi seperti ini? Aku bisa kerja apa? Dimana aku bisa tinggal? Ga mungkin aku terus disini, disudut masjid ini. Kalau ada orang yang melihatku, pasti aku ga boleh lama2 disini. Ini adalah tempat orang beribadah. Ya Allah… aku harus bagaimana? Tolonglah hambamu ini ya Allah…. Ampunilah dosa-dosaku …Amin.” Sambil kuseka air mataku yang telah meleleh dan membasahi mukena putihku. Aku masih diam tak bergerak sedikitpun dalam gelap itu.
                Terbayang wajah Ardan yang tampan sesaat berubah bengis…. Laki-laki itu telah mengubah hidupku. Laki-laki itu telah membuatku meninggalkan keluargaku, meninggalkan sekolahku, meninggalkan semua teman-temanku. Sekarang aku membencinya… “ kenapa dia tega mencampakanku seperti ini? Kenapa dia tidak mau mengakui anak yang aku kandung ini sebagai darah dagingnya? Kenapa dia menuduhku selingkuh dengan orang lain? Kenapa…? Kenapaa…?” kembali pertanyaan-pertanyaan itu menguasai kepalaku. Airmatakupun deras mengalir mengiringi pertanyaan-pertanyaan yang terus berputar diotakku.
                “ Dona… aku mencintaimu, aku siap melakukan apapun untuk cinta kita”.
“Benarkah itu Dan? Aku juga mencintaimu… sangat mencintaimu. Tapi… mama dan papaku tidak mengijinkan aku pacaran. Orangtuaku sangat religius Dan.”
“Dona… cintaku ini tulus.. apa perlu aku datang kerumahmu dan meminta ke orangtuamu untuk menikahimu?
“Jangan Dan.. aku takut. Pasti orangtuaku marah besar. Karena mereka tidak menyukaimu. Mereka pasti akan mengusirmu… “
“ Demi kamu, aku rela diusir orangtuamu… bahkan dicaci maki sekalipun.”
“ Ardan…. Sudahlah. Ga usah seperti itu… lagi pula aku juga masih sekolah. Aku belum ingin menikah sekarang. Aku juga ingin kuliah setelah lulus SMA ini. Ku mohon sabar ya.”
“ iya sayang… baiklah. Aku akan sabar menunggumu.”
Kenangan itu sangat indah, hingga aku percaya 1000% pada Ardan. Setiap pulang sekolah Ardan selalu menjemputku dan mengajakku jalan-jalan. Seperti sepasang burung merpati yang sedang dimabuk asmara. Kami selalu bersama tanpa sepengetahuan orang tuaku. Sesekali aku diajak kerumah Ardan saat dirumahnya sepi. Kami begitu menikmati indahnya cinta yang berkobar dalam jiwa. Terkadang Ardan mengajakku nonton diXX1, terkadang juga mengajakku ke karaoke. Semua terasa menyenangkan bagiku. Laki-laki tampan yang selalu menyayangiku, selalu memanjakanku dan selalu ada buatku. Sungguh beruntungnya diriku bisa mendapatkan cintanya… Ardan adalah sosok pria idaman, banyak gadis-gadis yang mengiginkannya. Tapi aku yang justru dipilihnya menjadi kekasih. Kami sudah melakukan banyak hal selama satu tahun terakhir ini. Aku juga pernah diajak ke vila milik Ardan, meski aku harus berbohong pada mama dan papa. Hari-hariku begitu indah…
Dua bulan yang lalu, tepatnya tanggal 4 september 2016, saat aku makan di restoran bersama Ardan. Tak kusangka mama juga sedang makan ditempat yang sama… mama menghampiriku dan menatapku penuh kekecewaan. Tanpa berkata apa-apa, mama langsung pergi meninggalkan aku dan Ardan yang juga kaget melihat mama. Aku berusaha mengejar mama, tapi tanganku dihempaskannya saat meraih tangan mama. Aku takut, sedih dan menyesalinya… tapi aku tidak ingin berpisah dengan Ardan. Hingga sore harinya saat aku dirumah dan mama pulang dari kerja, aku mencoba mendekati mama dan meminta maaf. Mama hanya diam dan mengabaikanku. Aku semakin sedih dan menyesal telah mengecewakan mama. Sebelumnya aku telah berjanji pada mama untuk meninggalkan Ardan dan tidak pacaran dulu. Aku berjanji akan fokus sekolah dan menjadi kebanggaan mama. Tapi hari itu, aku telah mengecewakan mama. Mama semakin hari semakin menjauhiku, mama hanya mau bicara saat penting saja padaku. Aku merasa semakin tertekan dirumah, sedangkan Ardan semakin perhatian padaku. Hidupku dalam dilema, sulit untuk memilih diantara dua orang yang aku sayangi. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi meninggalkan keluargaku dan tinggal bersama Ardan disebuah kost yang tak jauh dari kampusnya.
Sejak aku pergi dari rumah, Ardan menyewa kamar kost untuk kami tinggal disana. Ardan beralasan kepada orangtuanya sedang skripsi dan banyak kegiatan dikampus sehingga terpaksa harus kost dekat kampus. Semenjak tinggal satu kost dengan Ardan, aku semakin banyak mengenal teman-teman Ardan. Mereka sering berkunjung dikost, sekedar untuk ngobrol atau mengerjakan tugas kuliah. Hingga suatu hari Toni datang ke kost saat aku sendirian disana. Saat itu Ardan sedang kekampus, dan kebetulan aku malas untuk ikut. Karena aku sudah mengenal Toni, maka aku ijinkan dia dikost sambil mengerjakan tugas kuliah. Hingga aku tidak menyadari ternyata ada niat kurang baik Toni terhadapku. Dia mendekatiku dan mulai merayuku… aku menghindarinya dan menyuruhnya pergi. Tapi Toni tetap bersikeras, lalu menutup pintu kamarku dan menguncinya. Aku bingung dan berteriak, tapi tidak ada orang yang mendengarku. Toni terus merangsek kearahku, dengan sigap dia memeluku dan mendorongku hingga jatuh ditempat tidur. Aku tidak berdaya… Toni terus menyerangku dengan kuatnya hingga aku tak mampu berbuat apa-apa.
Sejak saat itu aku bingung harus berbuat apa? Aku tidak berani menceritakan hal itu pada Ardan. Aku takut Ardan justru meninggalkanku. Hingga akhirnya aku merasa ada perubahan pada diriku. Setiap pagi kepalaku terasa pusing dan sedikit mual. Aku mencoba test dengan alat yang ku beli dari apotik. Hasilnya positif.
“Ardan Sayang… aku hamil, kita harus segera menikah. Aku tidak ingin anak ini lahir sebelum kita nikah” ucapku lirih.
“Tapi apa bener itu anakku?” jawab Ardan acuh tak acuh sambil terus menatap layar komputernya.
Kata-kata Ardan membuatku terperangah “Ini anak kita sayang”
“Aku Tahu, Toni pernah kesini kan? Kamu melakukan itu dengannya. Aku tidak mau menikah denganmu”
“Sayang… ini anak kita. Kamu jangan menuduhku seperti itu. Aku hanya mencintaimu.”
“Jangan Bohong… aku tahu saat itu kamu tidur sama Toni. Siang itu aku pulang dari kampus, pintu kost ini tertutup dan terkunci dari dalam. Kamu didalam bersama Toni. Iya kan?” teriak Ardan.
“Aku hanya mencintaimu Sayang… Toni telah memperkosaku.” Ucapku sambil bersimpuh lemas dilantai.
“ Kau telah menghianatiku Dona… itu bukan anakku.” Ardan pergi dari kamar sambil membanting pintu.
Aku duduk lemas mendengar kata-kata Ardan… aku tidak menyangka Ardan mengetahui kejadian itu. Aku benci pada didiriku sendiri. Lalu kutinggalkan kost Ardan dan berjalan tanpa tahu tujuan. Hingga akhirnya aku menemukan masjid ini. Aku malu pada diriku sendiri, aku malu pada orang tuaku, aku mohon ampunan Tuhan. Semalaman aku tidur dimasjid ini.
“Neng.. ayo sholat shubuh berjamaah.” Ucap perempuan yang menghampiriku dengan mukena pink yang sudah lengkap dikenakannya.
“Iya bu….” Jawabku lirih sambil terus menundukkan wajah, agar ibu itu tidak melihat mataku yang sudah membengkak. Aku beranjak wudhu lalu duduk disamping ibu yang telah mengajakku sholat berjamaah. Lampu masjid telah menyala semua. Terlihat hamparan karpet berwarna hijau dan dinding masjid yang kokoh mengelilingi ruang masjid yang megah itu. Ibu itu sedang khusuk bertilawah sambil menunggu waktu sholat dimulai. Adzan bergema diatas bangunan megah itu, terlihat siluet bayangan seorang laki-laki dibalik Tirai sedang mengumandangkan adzan, mengajak kaum muslimin datang untuk sholat shubuh berjamaah. Hatiku mulai terasa sejuk mendengar panggilan adzan itu. Untuk pertamakalinya diwaktu shubuh aku sudah duduk didalam masjid yang indah ini. Bathinku merasa teriris perih, aku terus berdzikir dalam hati. ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar