Ada kesejukan shubuh dimasjid
Cayaha kecil diujung lorong itu membuatku silau, hingga aku mulai
memicingkan kelopak mataku yang terasa berat. Aku berusaha mendekati cahaya
itu, namun terasa jauh dan kian menjauh. Hingga akhirnya aku tersadar bahwa aku
masih duduk disudut ruang yang gelap.
Ada sedikit perih di sudut mata kiriku, namun hal itu tak seberapa sakit
dibanding dengan bethinku. Sepertinya hidupku ini sudah hancur
berkeping-keping. Kelopak mataku terasa bengkak dan sembab. Rupanya aku telah
lama menangis semalaman, hinggga tertidur dalam duduk dan masih mengenakan
mukena warna putih.
Terbayang wajah mama dan papa
yang penuh kasih sayang padaku. Terbayang wajah adik-adikku yang lucu. Sesaat
kemudian terbayang wajah mamaku yang marah penuh kekecewaan padaku. Beberapa
bulan yang lalu, mama masih memelukku dengan linangan air mata. “ sayang kamu
harus dengerin mama, belum waktunya kamu pacaran. Kamu masih sekolah, masa
depanmu masih panjang” Ucap mama sambil membelai rambutku. Hatiku yang keras
hanya diam, ucapan mama hanya terdengar seperti dengungan nyamuk ditelingaku.
Kenangan itu terlintas jelas difikiranku… “mama maafkan aku yang tidak
mengindahkan nasehatmu” ucapku dalam hati bersamaan dengan cucuran air mata
yang kembali mengalir dari mataku yang sudah membengkak.
“ Bodohnya aku” rutukku dalam
hati. “ Ya Allah… aku harus bagaimana? Aku telah mengecewakan mamaku, papaku….
Aku bukan anak yang bisa membanggakan mereka lagi.” Air mataku terus mengalir
semakin deras, meski tidak ada isak yang terdengar dari mulutku. Hanya air mata
yang mengalir serta hati dan pikiran yang saling berbicara. “ pulang saja
kerumah, pasti mamamu masih memaafkanmu” kata pikiranku. “aku sudah banyak
mengecewakan mama, aku malu datang pada mama dengan keadaan seperti ini ” ucap
hatiku perih. “sudahlah, seorang mama pasti tetap sayang pada putrinya, apapun
keadaannya” …. “Biarlah ini menjadi hukuman buatku yang telah mengecewakan mama
dan papa “. “ tapi aku harus kemana? Siapa yang mau menampungku dalam kondisi
seperti ini? Aku bisa kerja apa? Dimana aku bisa tinggal? Ga mungkin aku terus
disini, disudut masjid ini. Kalau ada orang yang melihatku, pasti aku ga boleh
lama2 disini. Ini adalah tempat orang beribadah. Ya Allah… aku harus bagaimana?
Tolonglah hambamu ini ya Allah…. Ampunilah dosa-dosaku …Amin.” Sambil kuseka
air mataku yang telah meleleh dan membasahi mukena putihku. Aku masih diam tak
bergerak sedikitpun dalam gelap itu.
Terbayang wajah Ardan yang
tampan sesaat berubah bengis…. Laki-laki itu telah mengubah hidupku. Laki-laki
itu telah membuatku meninggalkan keluargaku, meninggalkan sekolahku,
meninggalkan semua teman-temanku. Sekarang aku membencinya… “ kenapa dia tega
mencampakanku seperti ini? Kenapa dia tidak mau mengakui anak yang aku kandung
ini sebagai darah dagingnya? Kenapa dia menuduhku selingkuh dengan orang lain?
Kenapa…? Kenapaa…?” kembali pertanyaan-pertanyaan itu menguasai kepalaku.
Airmatakupun deras mengalir mengiringi pertanyaan-pertanyaan yang terus
berputar diotakku.
“ Dona… aku mencintaimu, aku
siap melakukan apapun untuk cinta kita”.
“Benarkah itu Dan? Aku juga mencintaimu… sangat mencintaimu. Tapi… mama
dan papaku tidak mengijinkan aku pacaran. Orangtuaku sangat religius Dan.”
“Dona… cintaku ini tulus.. apa perlu aku datang kerumahmu dan meminta
ke orangtuamu untuk menikahimu?
“Jangan Dan.. aku takut. Pasti orangtuaku marah besar. Karena mereka
tidak menyukaimu. Mereka pasti akan mengusirmu… “
“ Demi kamu, aku rela diusir orangtuamu… bahkan dicaci maki sekalipun.”
“ Ardan…. Sudahlah. Ga usah seperti itu… lagi pula aku juga masih
sekolah. Aku belum ingin menikah sekarang. Aku juga ingin kuliah setelah lulus
SMA ini. Ku mohon sabar ya.”
“ iya sayang… baiklah. Aku akan sabar menunggumu.”
Kenangan itu sangat indah, hingga aku percaya 1000% pada Ardan. Setiap
pulang sekolah Ardan selalu menjemputku dan mengajakku jalan-jalan. Seperti
sepasang burung merpati yang sedang dimabuk asmara. Kami selalu bersama tanpa
sepengetahuan orang tuaku. Sesekali aku diajak kerumah Ardan saat dirumahnya
sepi. Kami begitu menikmati indahnya cinta yang berkobar dalam jiwa. Terkadang
Ardan mengajakku nonton diXX1, terkadang juga mengajakku ke karaoke. Semua
terasa menyenangkan bagiku. Laki-laki tampan yang selalu menyayangiku, selalu
memanjakanku dan selalu ada buatku. Sungguh beruntungnya diriku bisa
mendapatkan cintanya… Ardan adalah sosok pria idaman, banyak gadis-gadis yang
mengiginkannya. Tapi aku yang justru dipilihnya menjadi kekasih. Kami sudah melakukan
banyak hal selama satu tahun terakhir ini. Aku juga pernah diajak ke vila milik
Ardan, meski aku harus berbohong pada mama dan papa. Hari-hariku begitu indah…
Dua bulan yang lalu, tepatnya tanggal 4 september 2016, saat aku makan
di restoran bersama Ardan. Tak kusangka mama juga sedang makan ditempat yang
sama… mama menghampiriku dan menatapku penuh kekecewaan. Tanpa berkata apa-apa,
mama langsung pergi meninggalkan aku dan Ardan yang juga kaget melihat mama.
Aku berusaha mengejar mama, tapi tanganku dihempaskannya saat meraih tangan
mama. Aku takut, sedih dan menyesalinya… tapi aku tidak ingin berpisah dengan
Ardan. Hingga sore harinya saat aku dirumah dan mama pulang dari kerja, aku
mencoba mendekati mama dan meminta maaf. Mama hanya diam dan mengabaikanku. Aku
semakin sedih dan menyesal telah mengecewakan mama. Sebelumnya aku telah
berjanji pada mama untuk meninggalkan Ardan dan tidak pacaran dulu. Aku
berjanji akan fokus sekolah dan menjadi kebanggaan mama. Tapi hari itu, aku
telah mengecewakan mama. Mama semakin hari semakin menjauhiku, mama hanya mau
bicara saat penting saja padaku. Aku merasa semakin tertekan dirumah, sedangkan
Ardan semakin perhatian padaku. Hidupku dalam dilema, sulit untuk memilih
diantara dua orang yang aku sayangi. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi
meninggalkan keluargaku dan tinggal bersama Ardan disebuah kost yang tak jauh
dari kampusnya.
Sejak aku pergi dari rumah, Ardan menyewa kamar kost untuk kami tinggal
disana. Ardan beralasan kepada orangtuanya sedang skripsi dan banyak kegiatan
dikampus sehingga terpaksa harus kost dekat kampus. Semenjak tinggal satu kost
dengan Ardan, aku semakin banyak mengenal teman-teman Ardan. Mereka sering
berkunjung dikost, sekedar untuk ngobrol atau mengerjakan tugas kuliah. Hingga
suatu hari Toni datang ke kost saat aku sendirian disana. Saat itu Ardan sedang
kekampus, dan kebetulan aku malas untuk ikut. Karena aku sudah mengenal Toni,
maka aku ijinkan dia dikost sambil mengerjakan tugas kuliah. Hingga aku tidak
menyadari ternyata ada niat kurang baik Toni terhadapku. Dia mendekatiku dan
mulai merayuku… aku menghindarinya dan menyuruhnya pergi. Tapi Toni tetap
bersikeras, lalu menutup pintu kamarku dan menguncinya. Aku bingung dan
berteriak, tapi tidak ada orang yang mendengarku. Toni terus merangsek
kearahku, dengan sigap dia memeluku dan mendorongku hingga jatuh ditempat
tidur. Aku tidak berdaya… Toni terus menyerangku dengan kuatnya hingga aku tak
mampu berbuat apa-apa.
Sejak saat itu aku bingung harus berbuat apa? Aku tidak berani
menceritakan hal itu pada Ardan. Aku takut Ardan justru meninggalkanku. Hingga
akhirnya aku merasa ada perubahan pada diriku. Setiap pagi kepalaku terasa
pusing dan sedikit mual. Aku mencoba test dengan alat yang ku beli dari apotik.
Hasilnya positif.
“Ardan Sayang… aku hamil, kita harus segera menikah. Aku tidak ingin
anak ini lahir sebelum kita nikah” ucapku lirih.
“Tapi apa bener itu anakku?” jawab Ardan acuh tak acuh sambil terus
menatap layar komputernya.
Kata-kata Ardan membuatku terperangah “Ini anak kita sayang”
“Aku Tahu, Toni pernah kesini kan? Kamu melakukan itu dengannya. Aku tidak
mau menikah denganmu”
“Sayang… ini anak kita. Kamu jangan menuduhku seperti itu. Aku hanya
mencintaimu.”
“Jangan Bohong… aku tahu saat itu kamu tidur sama Toni. Siang itu aku
pulang dari kampus, pintu kost ini tertutup dan terkunci dari dalam. Kamu
didalam bersama Toni. Iya kan?” teriak Ardan.
“Aku hanya mencintaimu Sayang… Toni telah memperkosaku.” Ucapku sambil
bersimpuh lemas dilantai.
“ Kau telah menghianatiku Dona… itu bukan anakku.” Ardan pergi dari
kamar sambil membanting pintu.
Aku duduk lemas mendengar kata-kata Ardan… aku tidak menyangka Ardan
mengetahui kejadian itu. Aku benci pada didiriku sendiri. Lalu kutinggalkan
kost Ardan dan berjalan tanpa tahu tujuan. Hingga akhirnya aku menemukan masjid
ini. Aku malu pada diriku sendiri, aku malu pada orang tuaku, aku mohon ampunan
Tuhan. Semalaman aku tidur dimasjid ini.
“Neng.. ayo sholat shubuh berjamaah.” Ucap perempuan yang menghampiriku
dengan mukena pink yang sudah lengkap dikenakannya.
“Iya bu….” Jawabku lirih sambil terus menundukkan wajah, agar ibu itu
tidak melihat mataku yang sudah membengkak. Aku beranjak wudhu lalu duduk
disamping ibu yang telah mengajakku sholat berjamaah. Lampu masjid telah
menyala semua. Terlihat hamparan karpet berwarna hijau dan dinding masjid yang
kokoh mengelilingi ruang masjid yang megah itu. Ibu itu sedang khusuk
bertilawah sambil menunggu waktu sholat dimulai. Adzan bergema diatas bangunan
megah itu, terlihat siluet bayangan seorang laki-laki dibalik Tirai sedang
mengumandangkan adzan, mengajak kaum muslimin datang untuk sholat shubuh
berjamaah. Hatiku mulai terasa sejuk mendengar panggilan adzan itu. Untuk
pertamakalinya diwaktu shubuh aku sudah duduk didalam masjid yang indah ini.
Bathinku merasa teriris perih, aku terus berdzikir dalam hati. ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar