Majas atau Gaya bahasa Indonesia
Majas adalah gaya
bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan secara imajinatif dan bermakna kias.
Majas bertujuan untuk membuat pembaca mendapat efek tertentu dari gaya bahasa yang
cenderung kearah emosional. Biasanya, majas bersifat tidak sebenarnya atau kiasan
dan bermakna konotasi.
Macam-macam Majas
Majas dibagi menjadi
empat kelompok besar, yaitu:
1. Perbandingan,
2. Pertentangan,
3. Sindiran,
4. Penegasan.
A.
Majas Perbandingan
Jenis majas ini
merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk menyandingkan atau membandingkan
suatu objek dengan objek lain melalui proses penyamaan, pelebihan, ataupun
penggantian. Jenis-jenis majas perbandingan antara lain adalah :
1. Personifikasi
Gaya bahasa ini seakan
menggantikan fungsi benda mati yang dapat bersikap layaknya manusia.
Contoh :
- Daun kelapa tersebut seakan melambai kepadaku
dan mengajakku untuk segera bermain di pantai.
- Dinding rumah ini telah menjadi saksi ikrar
cinta kita.
2. Metafora
Yaitu meletakkan sebuah
objek yang bersifat sama dengan pesan yang ingin disampaikan dalam bentuk
ungkapan
Contoh:
- Pegawai tersebut merupakan tangan kanan dari
komisaris perusahaan.
- Pria hidung belang itu muloai melirik kearah
kami, sehingga membuatku rishi dan ingin segera pergi dari tempat itu.
3. Asosiasi
Yaitu membandingkan dua
objek yang berbeda, namun dianggap sama dengan pemberian kata sambung bagaikan,
bak, ataupun seperti.
Contoh:
- Kakak beradik itu bagaikan pinang dibelah
dua. Artinya, keduanya memiliki wajah yang sangat mirip.
- Hidupnya bagai katak dalam tempurung. Artinya
tidak bisa bebas.
4. Hiperbola
Yaitu mengungkapkan
sesuatu dengan kesan berlebihan, bahkan hampir tidak masuk akal.
Contoh:
- Orang tuanya memeras keringat agar anak
tersebut dapat terus bersekolah. Memeras keringat artinya bekerja dengan keras.
- Ibunya harus banting tulang untuk membiayai
pendidikannya. Artinya bekerja keras
5. Eufemisme
Gaya bahasa yang
mengganti kata-kata yang dianggap kurang baik dengan padanan yang lebih halus.
Contoh:
- Tiap universitas dan perusahaan sekarang
diwajibkan menerima difabel. Difabel menggantikan frasa “orang cacat”.
- Pria yang duduk di pojok ruang itu adalah
tuna wisma. Artinya tidak punya rumah.
6. Metonimia
Yaitu menyandingkan
merek atau istilah sesuatu untuk merujuk pada pada benda umum.
Contoh:
- Supaya haus cepat hilang, lebih baik minum
Aqua. Aqua di sini merujuk pada air mineral.
- Ayah ke Padang naik Garuda. Garuda adalah
nama .pesawat terbang.
7. Simile
Hampir sama dengan
asosiasi yang menggunakan kata hubungan bak, bagaikan, ataupun seperti; hanya
saja simile bukan membandingkan dua objek yang berbeda, melainkan menyandingkan
sebuah kegiatan dengan ungkapan.
Contoh:
- Kelakuannya bagaikan anak ayam kehilangan
induknya.
- Sikapnya itu bagi kacang lupa kulitnya.
8. Alegori
Yaitu menyandingkan
suatu objek dengan kata-kata kiasan.
Contoh:
- Suami adalah nakhoda dalam mengarungi
kehidupan berumah tangga. Nakhoda yang dimaksud berarti pemimpin keluarga.
- Ayah adalah tulang punggung keluarga.
9. Sinekdok
Gaya bahasa terbagi
menjadi dua bagian, yaitu sinekdok pars pro toto dan sinekdok totem pro parte.
Sinekdok pars pro toto merupakan gaya bahasa yang menyebutkan sebagian unsur
untuk menampilkan keseluruhan sebuah benda. Sementara itu, sinekdok totem pro
parte adalah keba\likannya, yakni gaya bahasa yang menampilkan keseluruhan
untuk merujuk pada sebagian benda atau situasi.
Contoh:
Pars pro Toto:
- Hingga bel berbunyi, batang hidung Reni belum
juga kelihatan.
- Bali menjadi primadona wisata intenasional .
Totem pro Parte:
- Indonesia berhasil menjuarai All England
hingga delapan kali berturut-turut.
- SMK Taruna Bakti menjadi pemenang dalam lomba
baca puisi tahun ini.
10. Simbolik
Gaya bahasa yang
membandingkan manusia dengan sikap makhluk hidup lainnya dalam ungkapan.
Contoh:
- Perempuan itu memang jinak-jinak merpati.
- Laki-laki itu buaya darat.
2. Majas Pertentangan
Majas pertentangan
merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata kias yang bertentangan dengan
maksud asli yang penulis curahkan dalam kalimat tersebut. Jenis ini dapat
dibagi subjenis, yakni sebagai berikut.
1. Litotes
Berkebalikan dengan
hiperbola yang lebih ke arah perbandingan, litotes merupakan ungkapan untuk
merendahkan diri, meskipun kenyataan yang sebenarnya adalah yang sebaliknya.
Contoh:
- Selamat datang ke gubuk kami ini. Gubuk
memiliki artian sebagai rumah.
- Silahkan dinikmati hidangan yang ala kadarnya
ini. Ala kadarnya memiliki arti hidangan yang baik.
2. Paradoks
Yaitu membandingkan
situasi asli atau fakta dengan situasi yang berkebalikannya.
Contoh:
- Di tengah ramainya pesta tahun baru, aku
merasa kesepian.
- Aku menangis terharu mendengar keberhasilanya.
3. Antitesis
Yaitu memadukan
pasangan kata yang artinya bertentangan.
Contoh :
- Film tersebut disukai oleh
tua-muda.
- panjang-pendeknya kalimat,
harus jelas maksud dan tujuannya.
4. Kontradiksi
Interminis
Gaya bahasa yang
menyangkal ujaran yang telah dipaparkan sebelumnya. Biasanya diikuti dengan
konjungsi, seperti kecuali atau hanya saja.
Contoh:
- Semua masyarakat semakin sejahtera, kecuali
mereka yang berada di perbatasan.
- Semua siswa-dan siswi wajib mengikuti sholat
duha, kecuali yang non muslim dan berhalangan.
3. Majas Sindiran
Majas sindiran
merupakan kata-kata kias yang memang tujuannya untuk menyindir seseorang
ataupun perilaku dan kondisi. Jenis ini terbagi menjadi tiga subjenis, yaitu
sebagai berikut.
1. Ironi
Yaitu menggunakan
kata-kata yang bertentangan dengan fakta yang ada.
Contoh:
- Rapi sekali kamarmu sampai sulit untuk
mencari bagian kasur yang bisa ditiduri.
- Bagus sekali tulisanmu, seperti tulisan anak
TK.
2. Sinisme
Yaitu menyampaikan
sindiran secara langsung.
Contoh:
- Suaramu keras sekali sampai telingaku
berdenging dan sakit.
- Senyummu sinis, hingga membuat hatiku teriris
3.Sarkasme
Yaitu menyampaikan
sindiran secara kasar.
Contoh:
- Kamu hanya sampah masyarakat tahu.
- Kamu bagaikan parasite dalam hidup orang
lain.
4.
Majas Penegasan
Majas penegasan
merupakan jenis gaya bahasa yang bertujuan meningkatkan pengaruh kepada
pembacanya agar menyetujui sebuah ujaran ataupun kejadian. Jenis ini dapat
dibagi menjadi tujuh subjenis, yaitu sebagai berikut.
1. Pleonasme
Yaitu menggunakan
kata-kata yang bermakna sama sehingga terkesan tidak efektif, namun memang
sengaja untuk menegaskan suatu hal.
Contoh:
- Ia masuk ke dalam ruangan tersebut dengan
wajah semringah.
- Wanita itu turun kebawah melalui tangga
darurat.
2. Repetisi
Gaya bahasa ini
mengulang kata-kata dalam sebuah kalimat.
Contoh:
- Dia pelakunya, dia pencurinya, dia yang
mengambil kalungku.
- Berulangkali aku katakan bahwa kamu harus belajar,
kamu harus rajin dan kamu harus bisa bangun pagi.
3. Retorika
Yaitu memberikan
penegasan dalam bentuk kalimat tanya yang tidak perlu dijawab.
Contoh:
- Kapan pernah terjadi harga barang kebutuhan
pokok turun pada saat menjelang hari raya?
- Siapa yang ingin gagal dalam usaha?
4. Klimaks
Yaitu mengurutkan
sesuatu dari tingkatan rendah ke tinggi.
Contoh:
- Bayi, anak kecil, remaja, orang dewasa,
hingga orang tua seharusnya memiliki asuransi kesehatan.
- TK, SD, SMP, SMA maupun Universitas, semua
telah memiliki kurikulum yang pendidikan yang baik.
5. Antiklimaks
Berkebalikan dengan
klimaks, gaya bahasa untuk antiklimaks menegaskan sesuatu dengan mengurutkan
suatu tingkatan dari tinggi ke rendah.
Contoh:
- Masyarakat perkotaan, perdesaan, hingga yang
tinggal di dusun seharusnya sadar akan kearifan lokalnya masing-masing.
- Presiden, gubernur, bupati, camat, lurah, Ketua
RW hingga ketua RT adalah pelayan masyarakat.
6. Pararelisme
Gaya bahasa ini biasa
terdapat dalam puisi, yakni mengulang-ulang sebuah kata dalam berbagai definisi
yang berbeda. Jika pengulangannya ada di awal, disebut sebagai anafora. Namun,
jika kata yang diulang ada di bagian akhir kalimat, disebut sebagai epifora.
Contoh majas Anafora :
- Kasih itu sabar.
Kasih itu lemah lembut.
Kasih itu memaafkan.
- Cinta itu butuh kesabaran,
Cinta itu
butuh kesetiaan
Cinta itu
butuh pengorbanan
Contoh majas Epifora :
- kekuranganmu aku terima
kelebihanmu
aku terima
keberhasilanmu
aku terima
kegagalanmu
aku terima
- kepantai aku ikut denganmu
kegurun
aku ikut denganmu
kegunung
aku ikut denganmu
kelembah
aku ikut denganmu
7. Tautologi
Yaitu menggunakan
kata-kata bersinonim untuk menegaskan sebuah kondisi atau ujaran.
Contoh:
- Hidup akan terasa tenteram, damai, dan
bahagia jika semua anggota keluarga saling menyayangi.
- Lingkungan akan terasa sejuk, indah dan
nyaman jika semua orang mau menjaga kebersihan dan keindahannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar