Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang berbentuk dua seuntai.
Baris pertama pada gurindam merupakan kalimat syarat, masalah, persoalan atau
perjanjian dan kalimat kedua merupakan jawaban atau akibat dari kalimat pertama.
Jadi gurindam merupakan satu kalimat majemuk utuh yang memiliki hubungan sebab
akibat.
Ciri-Ciri
Gurindam
1. Tiap bait terdiri dari 2 baris
2. Tiap baris memiliki jumlah kata sekitar 10-14 kata.
3. Kedua baris merupakan isi semua
4. Memiliki rima atau bersajak a-a
5. Isi berupa sindiran atau nasehat.
6. bris
pertama merupakan sebab (pernyataan) dan baris kedua merupakan akibat (jawaban).
Macam-Macam
Gurindam
Jika dilihat dari barisnya, ada 2 macam bentuk guridam, yaitu
gurindam berkait dan gurindam berangkai.
1.
Gurindam Berkait
Gurindam berkait adalah gurindam yang bait pertama
berhubungan dengan bait berikutnya dan juga pada bait seterusnya.
Contoh:
Kurang
piker kurang siasat
Tentu
dirimua akan tersesat
Barang
siapa tidak memiliki agama
Pastilah
sesat hidupnya di dunia.
2.
Gurindam berangkai
Gurindam berangkai adalah bentuk gurindam yang memiliki
kata yang sama di setiap baris pertama baitnya.
Contoh:
Jika
bekerja tidak berhati lurus
Pikiran
akan menjadi tergerus
GURINDAM
12 KARYA RAJA ALI HAJI
Pasal
I
Barang
siapa mengenal yang empat,
Maka dia itu lah orang ma’ rifat.
Maka dia itu lah orang ma’ rifat.
Barang
siapa mengenal Allah,
Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang
siapa mengenal diri,
Maka telah mengenal akan Tuhan Yang Bahari.
Maka telah mengenal akan Tuhan Yang Bahari.
Barang
siapa mengenal dunia,
Tahulah dia barang yang terpedaya.
Tahulah dia barang yang terpedaya.
Barang
siapa mengenal akhirat,
Tahulah dia dunia melarat.
Tahulah dia dunia melarat.
Pasal
II
Apabila
terpelihara mata,
Sedikit cita-cita.
Sedikit cita-cita.
Apabila
terpelihara kuping,
Kabar yang jahat tidaklah damping.
Kabar yang jahat tidaklah damping.
Bersungguh-sungguh
engkau memeliharakan,
Tangan dari segala berat ringan.
Tangan dari segala berat ringan.
Apabila perut
terlalu penuh,
Keluarlah fi’il yang tiada senonoh.
Hendaklah
peliharakan kaki,
Daripada berjalan yang membawa rugi.
Daripada berjalan yang membawa rugi.
Pasal
III
Hati
itu kerajaan di dalam tubuh,
Jikalau zalim segala anggota pun rubuh.
Jikalau zalim segala anggota pun rubuh.
Apabila
dengki telah bertanah,
Datanglah dari padanya beberapa anak panah.
Datanglah dari padanya beberapa anak panah.
Mengumpat
dan memuji hendaklah pikir,
Disitulah banyak orang tergelincir.
Disitulah banyak orang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
Nanti hilang akal di kepala.
Jika
sedikit pun berbuat bohong,
boleh di umpamakan mulutnya pekong.
boleh di umpamakan mulutnya pekong.
Pasal
IV
Barang
siapa mengenal yang tersebut,
Tahulah ia makna takut.
Tahulah ia makna takut.
Barang
siapa meninggalkan sembahyang,
Seperti rumah tidak bertiang.
Seperti rumah tidak bertiang.
Barang
siapa meninggalkan puasa,
Tidaklah dapat dua termasa.
Tidaklah dapat dua termasa.
Barang
siapa meninggalkan zakat,
Tidaklah hartanya beroleh berkat.
Tidaklah hartanya beroleh berkat.
Barang
siapa meninggalkan haji,
Tidaklah ia menyempurnakan janji.
Tidaklah ia menyempurnakan janji.
Pasal
V
Jika
hendak mengenal orang yang berbangsa,
Lihat kepada budi dan bahasa.
Jika
hendak mengenal orang yang berbahagia,
Sangat memeliharakan yang sia-sia.
Sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika
hendak mengenal orang yang mulia,
Lihatlah kepada kelakuan dia.
Lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika
hendak mengenal orang yang berakal,
Di dalam dunia mengambil bekal.
Di dalam dunia mengambil bekal.
Jika
hendak mengenal orang yang baik perangai,
Lihat kepada ketika bercampur dengan orang ramai.
Lihat kepada ketika bercampur dengan orang ramai.
Pasal
VI
Cari
olehmu akan sahabat,
Yang boleh dijadikan obat.
Yang boleh dijadikan obat.
Cari
olehmu akan guru,
Yang boleh tahukan tiap seteru.
Yang boleh tahukan tiap seteru.
Cari olehmu akan kawan,
Pilih segala orang yang setiawan.
Cari
olehmu akan abdi,
Yang ada baik sedikit budi.
Yang ada baik sedikit budi.
Pasal
VII
Apabila
banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila
banyak bersuka-suka,
itulah tanda hampir duka.
itulah tanda hampir duka.
Apabila
kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan akan sesat.
itulah tanda pekerjaan akan sesat.
Apabila
anak tiada dilatih,
jika besar bapaknya letih.
jika besar bapaknya letih.
Apabila
banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
itulah tanda dirinya kurang.
Pasal
VIII
Barang
siapa khianat kepada dirinya,
apa lagi kepada lainnya.
apa lagi kepada lainnya.
Kepada
dirinya ia aniaya,
orang itu jangan kau percaya.
orang itu jangan kau percaya.
Lidah
yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Kejahatan
diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
kebaikan diri diamkan.
Keaiban
orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.
keaiban diri hendaklah sangka.
Pasal
IX
Kejahatan
seorang perempuan tua,
itulah iblis punya punggawa.
itulah iblis punya punggawa.
Kebanyakan
orang muda-muda,
di situlah setan tempat tergoda.
di situlah setan tempat tergoda.
Adapun
orang tua yang hemat,
setan tak suka membuat sahabat.
setan tak suka membuat sahabat.
Jika
orang muda kuat berguru,
dengan setan jadi berseteru.
dengan setan jadi berseteru.
Pasal
X
Dengan
bapak jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
supaya Allah tidak murka.
Dengan
ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
supaya badan dapat selamat.
Dengan
anak janganlah alpa,
supaya malu jangan menimpa.
supaya malu jangan menimpa.
Dengan
kawan hendaklah adil,
supaya tangan jadi kepil.
supaya tangan jadi kepil.
Pasal
XI
Hendaklah
berjasa
kepada yang sebangsa.
kepada yang sebangsa.
Hendak
jadi kepala,
buang perangai yang cela.
buang perangai yang cela.
Hendaklah
memegang amanat,
buanglah khianat.
buanglah khianat.
Hendaklah
dimalui,
jangan melalui.
jangan melalui.
Hendak
ramai,
murahkan perangai.
murahkan perangai.
Pasal
XII
Raja bermufakat dengan menteri,
seperti kebun berpagar duri.
seperti kebun berpagar duri.
Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil kepada rakyat,
tanda raja beroleh inayat.
tanda raja beroleh inayat.
Kasihan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
tanda mengenal kasa dan cindai.
Biografi Ali Haji bin Raja Haji Ahmad
Raja
Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau
cukup dengan nama pena-nya Raja Ali Haji (lahir
di Selangor, ca. 1808 - meninggal
di Pulau Penyengat, Kepulauan
Riau, ca. 1873, masih diperdebatkan)
adalah ulama, sejarawan,
dan pujangga abad 19 keturunan Bugis dan Melayu.[1] Dia
terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat
buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu.
Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan
sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia. Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga
merupakan bangsawan Bugis.
Mahakaryanya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi
pembaru arus sastra pada
zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus
Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus
ekabahasa pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair
Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan
Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam
penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat
al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah
Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena tidak
mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan
peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang
terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji
hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan
dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum
dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat kerajaan.
Ia ditetapkan oleh
pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan
nasional pada 5 November 2004.
Latar belakang
Raja
Ali Haji dilahirkan di Selangor (sekarang
bagian Malaysia) tahun 1808 atau 1809, walaupun
beberapa sumber menyebutkan bahwa dia dilahirkan di Pulau Penyengat (sekarang bagian Indonesia). Dia adalah putra dari Raja
Ahmad, yang bergelar Engku Haji Tua setelah melakukan ziarah
ke Mekah. Dia adalah cucu Raja Ali Haji
Fisabilillah (saudara Raja Lumu, Sultan pertama Selangor). Fisabilillah adalah keturunan keluarga
kerajaan Riau, yang merupakan keturunan dari prajurit Bugis yang datang ke
daerah tersebut pada abad ke-18. Bundanya, Encik Hamidah binti Malik
adalah saudara sepupu dari ayahnya dan juga dari keturunan Suku Bugis.
Raji
Ali Haji segera dipindahkan oleh keluarganya ke Pulau Penyengat saat masih
bayi, di mana ia dibesarkan dan menerima pendidikan di sana
(dikutip
dari https://id.wikipedia.org)
Semoga
bermanfaat ….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar